MAKALAH ASKEP OSTEOMIELITIS
ASKEP OSTEOMIELITIS
Dosen Pembimbing : Ns. Giat wantoro, S.kep
DI SUSUN OLEH:
1. DORY ASTI S
2. INDRA PARDEDE
3. SRI HIDAYATI
4. RIRIN NADIA P
5. LISNAWATI
6. RAHMADANI PURI
7. RISKA SUBHIANTI PUTRI
8. R. EKA ELISA
9. DESI ALDILA
10. KASMAWATI
11. JULIANDINI
12. MIFTAH RISKI W
13. M.AKBAR
14. IHSAN SUJARWAN
15. FIRDAUS
16. RIKI
17. DANDI FAJAR K
18. NUR HAFIZAH
19. NUR IDZA LAILA
20. YULI EMELDA
21. RESI RISMAWATI
22. YOLANDA RAHMI P
23. TRIA ANGGRAINI
24. YODI PUTRA S
25. RATIH
26. RIO DIMAS W
27. AMINUDIN
SEKOLAH TINGGI
ILMUKESEHATAN BAITURAHIM JAMBI
S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT
atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini merupakan salah
satu kegiatan dalam mata kuliah muskuloskeletal sebagai tugas yang harus
diselesaikan. Makalah juga menjadi salah
satu aspek penilaian dalam nilai akhir yang digunakan sebagai nilai tambah.
Kami membuat makalah ini berdasarkan sistematika yang diberikan Dosen
Pembimbing dengan menggunakan Buku Panduan dan dari berbagai literatur sebagai
sumber referensi utama.
Penulisan makalah ini juga
sebagai pelatihan bagi kami sebagai bekal untuk pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang nanti akan berguna bagi kami dan
menjadi dasar dari nilai akhir atau UAP.
Oleh karena itu makalah merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam kegiatan belajar di lingkungan pendidikan kami.
Kritik dan saran yang
membangun selalu diterima demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak dan instansi yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
tersusun dengan baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI
..................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
..........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
.....................................................................................
1
1.3 Tujuan ......................................................................................................
1
1.4 Metode Penulisan
.................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi .....................................................................................................
2
2.2 Etiologi
.....................................................................................................
2
2.3 Klasifikasi Osteomielitis ..........................................................................
3
2.5 Manifestasi Klinis
....................................................................................
4
2.6 Pemeriksaan Penunjang
........................................................................... 5
2.7 Prinsip-prinsip Penatalaksanaan ..............................................................
5
2.8 Pencegahan
..............................................................................................
6
2.9 Asuhan Keperawatan
..............................................................................
7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
..............................................................................................
10
3.2 Saran ........................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi
karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih
sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat
terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat
kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas.
Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri hebat dan
ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011)
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011)
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan
masalah dalam makalah ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Osteomielitis.
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan osteomielitis.
2. Untuk mengetahui penyebab osteomielitis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari osteomielitis
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dari osteomielitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada
pasien yang mengalami osteomielitis.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bagi
klien dengan osteomielitis.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada
klien yang mengalami osteomielitis.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien yang
mengalami osteomielitis.
1.4.Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah studi
literatur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon
jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi
karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih
sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis
eksogen) (Corwin, 2001).
2.2. ETIOLOGI
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini
adalah:
1.
Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab
osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus(70%-80%), selain itu
juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus.
2.
Virus
3.
Jamur
4.
Mikroorganisme lain
(Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the
free encyclopedia, 2000) yaitu:
1. Aliran
darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui
darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi,
lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi
dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di
ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi
pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma.
2.
Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki
tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka
tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus
tulang.
3.
Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi
jaringan lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa
menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak
bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran
atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut
dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang
berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut
yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada
jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan
intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut
biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus.
Selain itu, pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di
rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.
2.3.KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS
1. Osteomielitis menurut penyebarannya terbagi
menjadi 2 yaitu ;
Ø Osteomyelitis primer penyebarannya secara
hematogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah.
Ø Osteomyelitis Sekunder terjadi akibat
penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka, fraktur, dan
sebagainya (Mansjoer, 2000).
2. Osteomyelitis menurut perlangsungannya
dibedakan atas ;
a.
Osteomyelitis akut
·
Nyeri daerah lesi
·
Demam, menggigil,
malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
·
Sering ada riwayat
infeksi sebelumnya atau ada luka
·
Pembengkakan lokal
·
Kemerahan
·
Suhu raba hangat
·
Gangguan fungsi
·
Lab = anemia,
leukositosis
·
b.
Osteomyelitis kronis
·
Ada luka, bernanah,
berbau busuk, nyeri
·
Gejala-gejala umum
tidak ada
·
Gangguan fungsi
kadang-kadang kontraktur
·
Lab = LED
meningkat
2.4. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis
meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi
dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan
dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan
lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari
inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari,
trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan
medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses
tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun
yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses
yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga
tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang
hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).
2.5. MANIFESTASI KLINIS
1. Infeksi dibawa oleh darah
·
Biasanya awitannya
mendadak.
·
Sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi,
denyut nadi cepat dan malaise umum).
2. Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks
tulang
·
Bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
3. Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi
di sekitarnya atau kontaminasi langsung
·
Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4. Osteomyelitis kronik
·
Ditandai dengan pus
yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L
gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
- Pemeriksaan titer antibodi–anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan
bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
- Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan
apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
- Pemeriksaan Biopsi tulang.
- Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya
efusi pada sendi.
- Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama
tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa
refraksi tulang yang bersifat difus.
2.7. PRINSIP PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin
hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses
infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh
lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika
intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang
peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah
mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat
terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu
sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus
tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak
telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3
bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka,
tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin
fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap
debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum
secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus
dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi
cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi
dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space)
atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau
dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase
berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat
diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi
infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus
untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu
otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur
bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan.
Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi
atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
2.8. PENCEGAHAN
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan
infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi
jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti
dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat
menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan
yang memadai saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan
sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan
insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer,
Suzanne C, 2002).
2.9. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1.
Riwayat keperawatan
·
Identifikasi awitan
gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau keluarnya pus dari
sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
·
Kaji faktor resiko :
Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat
bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah
tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan
terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya
infeksi.
2.
Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi
bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau
kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380,
takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
3.
Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir
infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama
di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan
khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
4.
Pemeriksaan diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya
leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi
hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang.
Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
II. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan osteomielitis adalah :
1.
Nyeri berhubungan
dengan inflamasi dan pembengkakan
2.
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri,
alat imobilisasi dan keterbatasan beban berat badan.
3.
Risiko terhadap
penyebaran infeksi: pembentukan abses tulang
III. Perencanaan dan
Implemantasi
Sasaran pasien meliputi peredaran nyeri, perbaikan mobilitas
fisik dalam batas-batas terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman
mengenai program pengobatan.
IV. Intervensi
Keperawatan
·
Peredaran
Nyeri : Bagian yang terkena
harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi
diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih
dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang
terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan. Peninggian
dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status
neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi
persepsi nyeri dan analgesic yang diresepkan cukup berguna.
·
Perbaikan
Mobilitas Fisik : Program
pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan
harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang.
Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif
dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk
mempertahankan rasa sehat secara umum.
·
Mengontrol
Proses Infeksi : Perawat
memantau respons pasien terhadap terapi antibiotika dan melakukan observasi
tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi.
Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan
upaya untuk meyakinkan adanya peredaran darah yang memadai (penghisapan luka
untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliaran
balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk
mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk memenuhi pembatasan beban
berat badan.
Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus
dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk
meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangasang penyembuhan.
·
Pendidikan
Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan osteomielitis, termasuk perawatan
luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di rumah. Pasien harus
dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi serta keluarga
mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan
dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik.
Pasien dan keluarganya harus memahami benar
protokol antibiotika. Selain itu, penggantian balutan secara steril dan teknik
kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari rumah
sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari perawatan di rumah sangat
penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah.
Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat
mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien
diminta untuk melakukan obsevasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu,
keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.
V. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1.
Mengalami Peredaan Nyeri
·
Melaporkan
berkurangnya nyeri
·
Tidak mengalami nyeri
tekan di tempat terjadinya infeksi
·
Tidak mengalami
ketidaknyamanan bila bergerak
2.
Peningkatan mobilitas
fisik
·
Berpartisipasi dalam
aktivitas perawatan diri
·
Mempertahankan fungsi
penuh ektremitas yang sehat
·
Memperlihatkan
penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3.
Tidak adanya infeksi
·
Memakai antibiotika
sesuai resep
·
Suhu badan normal
·
Tidak ada pembengkakan
·
Tidak ada pus
·
Angka leukosit dan
laju endap darah kembali normal
·
Biakan darah negative
4.
Mamatuhi rencana
terapeutik
·
Memakai antibiotika
sesuai resep
·
Melindungi tulang yang
lemah
·
Memperlihatkan
perawatan luka yang benar
·
Melaporkan bila ada
masalah segera
·
Makan diet seimbang
dengan tinggi protein, vitamin C dan D
·
Mematuhi perjanjian
untuk tindak lanjut
·
Melaporkan peningkatan
kekuatan
·
Tidak melaporkan
penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di
tempat tersebut (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Ø Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang
dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen)
atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi
(osteomielitis eksogen).
Ø Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang
akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan
osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh
bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
Ø Osteomielitis adalah penyakit yang sulit
diobati karena dapat terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki
pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan
antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan
agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
3.2. SARAN
Penerapan asuhan
keperawatan hendaknya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku
patofisiologi. Jakarta: EGC.
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta:
EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical
bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan
medical-bedah. Jakarta: EGC.
Helmi, Zairin Noor. 2012. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika